Ads 468x60px

Senin, 01 Maret 2021

3 Hal Penting yang Mungkin Belum Anda Ketahui tentang Retensi (lanjutan 4)

2)    Pemutusan kontrak terjadi pada bulan di tahun anggaran berikutnya

Setoran pengembalian atas pencairan surat jaminan pemeliharaan saat terjadi pemutusan kontrak pada kondisi 2 dalam gambar 4 di atas tidak dapat digunakan kembali oleh satker Non Badan Layanan Umum (BLU) untuk melakukan perbaikan. KPA dapat mengalokasikan pada DIPA untuk melakukan perbaikan tersebut melalui mekanisme revisi DIPA.

Sanksi berupa penyetoran atau pencairan klaim jaminan pemeliharaan pada dasarnya adalah jenis penerimaan pengembalian anggaran yang merupakan penerimaan Negara bukan pajak. Pada prinsipnya seluruh jenis PNBP wajib disetor langsung ke Kas Negara.

Secara umum berdasarkan sifatnya, PNBP dibagi menjadi PNBP yang bersifat umum yang ada di setiap Kementerian/Lembaga (K/L) yang tidak terkait dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi K/L, salah satu diantaranya adalah PNBP yang berasal dari pengembalian belanja tahun yang lalu. PNBP ini tidak dapat digunakan secara langsung oleh K/L. Selanjutnya adalah PNBP yang berasal dari penerimaan sehubungan dengan tugas pokok dan fungsi K/L atau PNBP yang bersifat fungsional.  Penggunaan PNBP ini diatur dengan peraturan pemerintah dan dapat dipergunakan setelah mendapat ijin persetujuan dari Kementerian Keuangan.

Sehingga sangat sulit bagi satker Non BLU untuk langsung menggunakan pencairan surat jaminan pemeliharaan yang merupakan PNBP tersebut untuk membiayai suatu kegiatan perbaikan dalam hal pemutusan kontrak terjadi.

Dalam PMK nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum dijelaskan bahwa belanja Satker BLU mencakup belanja yang didanai dari APBN Rupiah Murni dan PNBP BLU. Pola anggaran fleksibel diberlakukan untuk belanja yang bersumber dari pendapatan BLU yang bersumber dari : penerimaan anggaran APBN, pendapatan jasa layanan, hibah, hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya, termasuk dari pendapatan yang tidak berhubungan langsung dengan tugas pokok dan fungsi BLU.

Apabila pemutusan kontrak satker BLU yang berasal dari PNBP BLU, maka pencairan surat jaminan pemeliharaan tidak perlu disetor ke rekening kas Negara dan dapat langsung digunakan untuk melakukan perbaikan. Namun bila kontrak tersebut berasal dari Rupiah Murni maka pencairan surat jaminan pemeliharaan harus disetorkan langsung ke kas Negara dan tidak dapat digunakan untuk melakukan perbaikan.

Penggunaan uang pencairan surat jaminan pemeliharaan bagi kontrak satker BLU yang berasal dari PNBP BLU, dikelola dan digunakan langsung melalui mekanisme pengelolaan BLU.

 

Kesimpulan

  1. PPK dan penyedia dapat menyepakati mengenai nilai potongan retensi terhadap nilai pembayaran prestasi pekerjaan sebagai jaminan pemeliharaan pekerjaan dalam klausul kontrak.
  2. Pembayaran uang retensi dibayarkan setelah penyedia menyelesaikan kewajibannya hingga masa pemeliharaan berakhir yang ditandai dengan FHO. Apabila masa pemeliharaan tersebut berakhir pada tahun anggaran berikutnya yang menyebabkan retensi tidak dapat dibayarkan, maka uang retensi dapat dibayarkan pada saat PHO setelah penyedia menyampaikan surat jaminan pemeliharaan senilai uang retensi kepada PPK.
  3. Proses penyelesaian surat jaminan pemeliharaan atas pemutusan kontrak pada masa pemeliharaan dilakukan dengan cara penyetoran dan pencairan klaim jaminan ke rekening kas Negara.
  4. Cara penggunaan retensi untuk membiayai perbaikan ketika terjadi pemutusan kontrak pada masa pemeliharaan  dilakukan sebagai berikut
    • Terhadap Pekerjaan konstruksi yang masa pemeliharaannya berakhir di tahun anggaran yang sama dengan masa pelaksanaan pekerjaan konstruksinya, PPK pengajuan permohonan pembatalan terhadap sisa kontrak yang dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak terlebih dahulu ke KPPN. PPK menunjuk penyedia lain untuk melakukan perbaikan dan membayar atas prestasi pekerjaan dengan mekanisme pembayaran LS dan UP bergantung pada nilai dan bentuk kontraknya. Penggunaan uang retensi dilakukan melalui mekanisme pengajuan SPM pembayaran (LS atau UP) ke KPPN.
    • Terhadap pekerjaan konstruksi dengan masa pemeliharaan melewati tahun anggaran terdapat 2 kondisi sebagai berikut :
      • Dalam hal pemutusan kontrak terjadi pada bulan di tahun anggaran yang sama, maka penggunaan retensi yang disetorkan ke rekening kas negara dilakukan dengan melakukan penyesuaian sisa pagu DIPA atas setoran pengembalian (pencairan surat jaminan pemeliharaan) terlebih dahulu. Selanjutnya PPK menunjuk penyedia lain untuk melakukan perbaikan dan membayar atas prestasi pekerjaan dengan mekanisme pembayaran LS dan UP bergantung pada nilai dan bentuk kontraknya. Penggunaan uang retensi dilakukan melalui mekanisme pengajuan SPM pembayaran (LS atau UP) ke KPPN ;
      • Dalam hal pemutusan kontrak terjadi pada bulan di tahun anggaran berikutnya, maka retensi yang disetorkan ke rekening kas negara tidak dapat digunakan kembali oleh satker. KPA dapat mengalokasikan pada DIPA untuk melakukan perbaikan tersebut melalui mekanisme revisi DIPA. Bagi satker BLU, apabila sumber pembiayaan kontrak berasal dari PNBP BLU, maka penggunaan uang pencairan surat jaminan pemeliharaan dikelola dan digunakan langsung melalui mekanisme pengelolaan BLU.

 REFERENSI

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
  2. Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang telah diubah dengan PP nomor 74 tahun 2012
  3. Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  4. Peraturan LKPP Nomor 9 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia
  5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Sebelum Barang/Jasa Diterima
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum
  8. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-58/PB/2013 tentang Pengelolaan Data Supplier dan Data Kontrak dalam Sistem Perbendaharaan dan Anggara Negara
  9. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-1/PB/2013 tentang Tata Cara Penyesuaian Sisa Pagu Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dan Satuan Kerja Atas Setoran Pengembalian Belanja.

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Ą