Ads 468x60px

Senin, 01 Maret 2021

3 Hal Penting yang Mungkin Belum Anda Ketahui tentang Retensi


A.  Pendahuluan

Pada kontrak-kontrak pekerjaan konstruksi, setelah penyedia melaksanakan keseluruhan pekerjaan dan melakukan serah terima pekerjaan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), maka diperlukan masa pemeliharaan. Masa Pemeliharaan adalah jangka waktu untuk melaksanakan kewajiban pemeliharaan oleh Penyedia, selama masa pertanggungan yaitu terhitung sejak tanggal penyerahan pertama pekerjaan (Provisional Hand Over) sampai dengan tanggal penyerahan akhir pekerjaan (Final Hand Over).  Masa pemeliharaan paling singkat untuk pekerjaan permanen adalah selama 6 (enam) bulan, sedangkan untuk pekerjaan semi permanen adalah selama 3 (tiga) bulan dan dapat melampaui tahun anggaran.

Dalam hal dilakukan serah terima pekerjaan secara parsial, maka kewajiban pemeliharaan diperhitungkan setelah serah terima pertama pekerjaan untuk bagian pekerjaan (PHO parsial) tersebut dilaksanakan sampai masa pemeliharaan bagian pekerjaan tersebut berakhir sebagaimana yang tercantum dalam Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK).

Selama masa pemeliharaan penyedia wajib memantau hasil pekerjaan, dan menjaga serta memelihara agar tidak terjadi kerusakan-kerusakan yang tidak diinginkan. Seluruh biaya perbaikan dan perawatan apabila terjadi kerusakan bangunan ditanggung penyedia. Masa pemeliharaan bukanlah waktu untuk menyelesaikan sisa-sisa pekerjaan yang belum terselesaikan, melainkan untuk memelihara hasil pekerjaan yang sudah 100% dikerjakan dan telah dilakukan serah terima pertama pekerjaan sehingga memliki kondisi tetap seperti pada saat penyerahan pertama.

PPK atau pengawas pekerjaan akan memeriksa setiap hasil pekerjaan dan memberitahukan secara tertulis kepada penyedia dalam hal terjadi cacat mutu selama masa pemeliharaan. Penyedia berkewajiban untuk memperbaiki cacat mutu dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberitahuan.

Penyedia yang telah melaksanakan semua kewajibannya selama masa pemeliharaan dengan baik dan telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak, mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk penyerahan akhir pekerjaan.  PPK wajib melakukan pembayaran sisa harga kontrak yang belum dibayar atau mengembalikan jaminan pemeliharaan.

Namun apabila penyedia tidak melaksanakan kewajiban selama masa pemeliharaan atau tidak memperbaiki cacat mutu sebagaimana mestinya, maka PPK dapat memutus kontrak secara sepihak.

Sanksi yang diberikan kepada penyedia dalam hal pemutusan kontrak pada masa pemeliharaan sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP nomor 9 tahun 2018 dan peraturan Menteri PUPR nomor 14 tahun 2020, adalah dikenakan sanksi daftar hitam selama 1 (satu) tahun dan sanksi berupa tidak dibayarkan uang retensi atau pencairan surat jaminan pemeliharaan. PPK berhak menggunakan retensi untuk membiayai perbaikan/ pemeliharaan. Apabila terdapat nilai sisa penggunaan retensi atau uang pencairan surat jaminan pemeliharaan tersebut maka PPK wajib menyetorkan kepada Kas Negara.

Dalam artikel ini, penulis akan membatasi pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah pada satuan kerja (satker) pengelola APBN dan akan dibahas beberapa hal sebagai berikut :

  1. Ketentuan pemotongan dan pembayaran retensi. 
  2. Perlakuan surat jaminan pemeliharaan ketika terjadi pemutusan kontrak. 
  3. Cara penggunaan retensi untuk melakukan perbaikan ketika terjadi pemutusan kontrak pada masa pemeliharaan.

 

B.   Pembahasan

1.     Ketentuan pemotongan dan pembayaran retensi

Pada pasal 53 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menyebutkan sebagai berikut :

  • Pembayaran prestasi pekerjaan diberikan kepada penyedia setelah dikurangi angsuran pengembalian uang muka, retensi dan denda. 
  • Besaran retensi adalah sebesar 5% dan digunakan sebagai jaminan pemeliharaan pekerjaan.

Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayarkan atau ditahan hingga pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran jumlah tersebut.

PPK menahan sebagian pembayaran prestasi pekerjaan dengan memperhitungkan atau memotong setiap pembayaran sebesar 5%. Hal ini sebagai jaminan bahwa penyedia memiliki kewajiban melaksanakan masa pemeliharaan.

Bagi satker pengelola APBN, dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-58/PB/2013 tentang Pengelolaan Data Supplier dan Data Kontrak dalam Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara, dijelaskan bahwa PPK diwajibkan melakukan pencatatan perjanjian/kontrak (berupa surat perintah kerja dan surat perjanjian) yang telah ditandatangani ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Ditjen Perbendaharaan cq Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk dicatatkan ke dalam database SPAN. Pada kontrak pekerjaan konstruksi, maka data kontrak harus mencantumkan persentase dari nilai kontrak yang diperlakukan sebagai retensi dan rencana pembayaran retensi setelah selesai masa pemeliharaan.

PPK dan penyedia dapat menyepakati dalam klausul kontrak mengenai nilai potongan terhadap nilai pembayaran dalam rangka retensi pemeliharaan yang dapat dilakukan dengan cara :

  1. Pemotongan secara proporsional dari total nilai retensi sesuai prosentase nilai angsuran/pembayaran yang ditagihkan terhadap total nilai kontrak;  
  2. Pemotongan sebesar total nilai retensi pada rencana angsuran/pembayaran tertentu; atau 
  3. Pemotongan sebesar total nilai retensi pada beberapa rencana angsuran/ pembayaran yang tidak mengacu pada prosentase nilai pembayaran yang ditagihkan terhadap total nilai pembayaran.

Nilai rencana angsuran/pembayaran yang dicatatkan adalah sebesar netto setelah dikurangi nilai potongan retensi.

Ketika prestasi pekerjaan penyedia telah terjadi PHO kepada PPK, maka penyedia dapat dibayarkan sebesar 95% dari nilai kontrak. PPK menahan sebagian pembayaran dengan nilai total 5% dari nilai kontrak sebagai retensi. Uang retensi yang ditahan masih berada di KPPN selaku Kuasa BUN. Pembayaran uang retensi tersebut dibayarkan setelah penyedia menyelesaikan kewajibannya hingga masa pemeliharaan berakhir yang ditandai dengan FHO.

Apabila masa pemeliharaan tersebut berakhir pada tahun anggaran berikutnya yang menyebabkan retensi tidak dapat dibayarkan, maka uang retensi dapat dibayarkan pada saat PHO. Pembayaran dilakukan setelah penyedia menyampaikan surat jaminan pemeliharaan senilai uang retensi kepada PPK.


...berlanjut tulisan berikutnya...



Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Ą